maskawin, Simbol Keseriusan untuk Calon Pengantin Muslim

Dalam Islam, mahar atau maskawin adalah salah satu syarat sahnya sebuah pernikahan. Mahar yang diberikan merupakan Simbol Keseriusan, tanggung jawab, dan komitmen dalam membina rumah tangga. Islam sangat memuliakan mahar, namun juga mengaturnya dengan adil dan bijak. Tidak semua jenis mahar dibolehkan, terutama jika bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat.

Mahar bukan hanya persoalan materi, tapi juga memiliki nilai spiritual dan simbolis. Oleh karena itu, pemilihannya tidak bisa sembarangan. Mahar harus berasal dari sesuatu yang halal, bernilai baik, dan tidak bertentangan dengan akidah maupun hukum Islam.

Jenis Mahar yang Dilarang dalam Islam

Ada beberapa jenis mahar yang secara jelas dilarang atau tidak dianjurkan dalam ajaran Islam, di antaranya:

1. Mahar yang Haram

Mahar tidak boleh berasal dari sesuatu yang diharamkan dalam Islam, seperti minuman keras, babi, hasil mencuri, atau barang riba. Jika mahar berupa sesuatu yang haram, maka akad pernikahan tetap sah, tetapi mahar tersebut tidak dianggap sah dan harus diganti.

2. Mahar yang Tidak Jelas (Gharar)

Islam melarang segala bentuk transaksi yang mengandung ketidakjelasan (gharar). Maka dari itu, mahar harus jelas wujud, jenis, dan nilainya. Misalnya, tidak boleh menjanjikan mahar berupa “sesuatu yang akan aku miliki di masa depan” tanpa kejelasan.

3. Mahar yang Mengandung Unsur Zina atau Maksiat

Contoh mahar yang tidak diperbolehkan adalah jika seseorang menikah dengan syarat istri menyerahkan dirinya secara tidak halal kepada orang lain, atau mahar berupa jasa untuk perbuatan maksiat. Ini jelas bertentangan dengan nilai Islam.

4. Mahar yang Merendahkan Martabat

Mahar juga tidak boleh dijadikan alat untuk merendahkan pihak wanita. Misalnya, memberikan mahar yang sengaja dipilih untuk menghina atau melecehkan.

Kesimpulan: Bijaklah Memilih Mahar

Islam menganjurkan agar mahar tidak memberatkan dan diberikan dengan ikhlas. Nabi Muhammad SAW bahkan menikahkan putrinya, Fatimah, dengan Ali bin Abi Thalib hanya dengan mahar berupa baju besi. Ini menunjukkan bahwa mahar tidak harus mahal, namun harus halal, jelas, dan bermanfaat.

Bagi calon pengantin, penting untuk memahami aturan ini agar pernikahan yang dibangun mendapatkan berkah, ridha Allah, dan dijauhkan dari perkara yang merusak keabsahan akad. Jangan asal pilih mahar, karena bisa memengaruhi keabsahan dan nilai pernikahan itu sendiri dalam pandangan Islam.